Minggu, 02 Desember 2012

TOKOH SOSIOLOGI KLASIK IBNU KHALDUN




A.  Biografi dan Pendidikan
Segala bidang intelektual dibentuk oleh setting sosialnya, terutama berlaku untuk ilmu sosial seperti sosiologi dimana  tidak hanya berasal dari kondisi sosialnya, tetapi juga menjadikan lingkungan sosial sebagai basis masalah pokoknya. Kebanyakan dari masyarakat menganggap istilah sosiologi itu muncul dari peradaban barat sebagai fenomena yang relatif modern. Sebenarnya, istilah sosiologi tidak hanya berasal dari tokoh sosiolog barat, namun ada juga tokoh sosiologi yang berasal dari negeri muslim, seperti Ibnu Khaldun. Tokoh yang dibahas ini memiliki nama lengkap yaitu Waliy al-Din ‘Abd al-Rahman bin Muhammad bin Muhammad binMuhammad bin al-Hasan bin Jabir bin Muhammad ibn Ibrahim bin ‘Abdal-Rahman bin Khaldun (Suharto, 2006).
Tokoh sosiologi muslim yaitu Ibnu Khaldun merupakan seseorang yang berkebangsaan Tunisia. Ia lahir di Tunisia, Afrika Utara pada permulaan bulan ramadhan tanggal 27 Mei 1332 (Faghirzadeh dalam Ritzer, 2004:8). Terlahir dari keluarga Andalusia (Spanyol) yang berimigrasi dari Andalusia (Spanyol) ke Tunisia pada pertengahan abad ke 7 H dan juga merupakan keluarga terpelajar, Ibnu Khaldun mengenyam pendidikan dengan masuk ke sekolah al-Quran, kemudian mempelajari ilmu matematika dan sejarah. Semasa hidupnya, ia bekerja sebagai duta besar, bendeharawan, dan anggota dewan penasihat Sultan di berbagai negara seperti Tunisia, Maroko, Spanyol, dan Aljazair. Seorang Ibnu Khaldun bukan hanya orang yang memiliki akar yang kuat dalam hal keagamaan, ilmu tassawuf, fikih, dan bahasa Arab, tetapi juga sebagai sarjana yang mempelajari dan menguasai ilmu-ilmu sosial. Semua yang ada dalam dalam hidup Ibnu Khaldun merupakan turunan dari ayahnya sendiri yaitu Abu Abdullah Muhammad. Setelah lama malang melintang dalam dunia perpolitikan ayah Ibnu Khaldun mengundurkan diri dan mengabdikan diri kepada dunia ilmu pengetahuan dan kesufian, ahli bahasa dan sastra Arab.
Ayah Ibnu Khaldun meninggal karena terkena penyakit pes yang mewabah pada tahun 1348-1349 M, pada waktu itu Ibnu Khladun baru berumur tujuh belas tahun. Akibatnya, Ibnu Khaldun tidak bisa melanjutkan studinya di Tunisia, dan juga pindahnya para ulama dan sastrawan yang mengajari Ibnu Khaldun ke Magrib, al-Aqsa akibat serangan wabah pes. Namun Ibnu Khaldun tidak patah semangat. Di masa muda, ia bekerja di istana Abu Inan Fez pada tahun 755 Hijriyah (1354 M). Namun nasib sial pernah dialaminya, Ibnu Khaldun pernah mengalami kehidupan di balik penjara sebagai narapidana selama 2 tahun di Maroko karena keyakinannya bahwa penguasa negara bukanlah pemimpin yang mendapatkan kekuasaan dari Tuhan (Ritzer dan Goodman, 2004:8).
Setelah kurang lebih dua dekade aktif di bidang politik, Ibnu Khaldun kembali ke Afrika Utara untuk melakukan studi dan menulis secara intensif selama 5 tahun. Karya yang dihasilkannya itu seperti Muqaddimah Ibn Khaldun yang berisi 6 bab yaitu Peradaban Umat Manusia Secara Umum (Sosiologi Umum), Masyarakat Pengembara, Kabilah-kabilah dan Etnis yang Liar (Sosiologi Pedesaan), Dinasti, Kerajaan, Khilafah, Pangkat Pemerintahan (Sosiologi Politik), Negeri dan Kota (Sosiologi Kota), Pertukangan, Kehidupan, Penghasilan dan Segala Aspeknya (Sosiologi Industri), Ilmu pengetahuan, Cara Memperolehnya dan Mengajarkannya (Sosiologi Pendidikan). Selain itu karyanya yang lain berjudul Al-Ibar, Al-Ta’rif, dan Syifa’al-sail li Tahdhib al-Masa’il. Karya yang dihasilkan selama 5 tahun itu  meningkatkan kemasyhuran dan membuat ia diangkat menjadi guru di pusat studi Islam Universitas Al-Azhar di Kairo. Dalam mengajarkan tentang masyarakat dan sosiologi, Ibnu Khaldun menekankan pentingnya menghubungkan pemikiran sosiologi dan observasi (Ritzer dan Goodman, 2004:8). Setelah malang melintang dalam dunia ilmu pengetahuan, akhirnya Ibnu Khaldun meninggal pada 25 Ramadhan 808 H atau 19 Maret tahun 1406 M dalam usia 74 tahun. Ibnu Khaldun tak berpengaruh secara dramatis terhadap sosiologi klasik, tetapi setelah sarjana pada umumnya dan sarjana Muslim pada khususnya menelitu ulang karyanya, ia mulai di akui sebagai sejarawan yang mempunyai signifikasi historis (Ritzer dan Goodman, 2004:8).


B. Pemikiran
Masyarakat Badui versus Masyarakat Kota
Manusia merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan orang lain dalam mempertahankan hidupnya, sehingga adanya keharusan bagi manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi sosial (Khaldun dalam Sunanto, 2011). Setelah itu, keharusan kedua yaitu manusia hanya mungkin bertahan hidup dengan bantuan makanan. Untuk memperolehnya, manusia tidak hanya diam saja, pasti membutuhkan pekerjaan. Menurut Khaldun manusia juga membutuhkan orang lain untuk melindungi dirinya dari segala mara bahaya. Oleh karena itu, untuk mempertahankan hidup, manusia tetap saling membutuhkan bantuan dari yang lainnya, sehingga organisasi kesehatan kemasyarakatan merupakan sebuah keharusan.
Sumbangan intelektual Ibnu Khaldun bagi pengembangan tradisi pemikiran Barat sangat berarti. Melalui karya buku Muqaddimah, Khaldun menyumbang pemikiran metodologi ilmiah berupa kajian teoritis empiris di bidang ilmu-ilmu sosial jauh sebelum munculnya tokoh sosiologi August Comte. Dalam metodologinya, Khaldun amat mengutamakan data-data empirik, verifikasi teoritis, pengujian hipotesis, dan metode observasi yang kesemuanya merupakan dasar-dasar pokok dalam penelitian keilmuan Barat dan dunia pada umumnya. Khaldun menurut Garaudy, juga telah menunjukkan adanya pengaruh iklim, geografi, dan keadaan ekonomi terhadap kehidupan bangsa-bangsa, mempelajari struktur dan fungsi masyarakat bertitik tolak dari pembagian kerja, peranan solidaritas sosial (asshobiyah) dalam pembentukan negara dan kehancuran kekuasaan imperium serta membuktikan bahwa perbedaan cara mencari kehidupan akan mempengaruhi adat kebiasaan dan pikiran bangsa-bangsa (Ahmad, 2001:22).
Dalam topik ini, saya akan membahas tentang pemikiran dari Ibnnu Khaldun yang dipandang sebagai sosiolog sejati. Hal ini didasarkan pada pernyataannya tentang beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan peristiwa-peristiwa sosial dan peristiwa-peristiwa sejarah. Prinsip-prinsip yang sama juga dijumpai dalam analisis Khaldun mengenai timbul dan tenggelamnya negara-negara. gejala-gejala itu juga akan terlihat pada kehidupan yang bersifat nomaden (berpindah-pindah) seperti kehidupan orang-orang Badui, Barbar, Turki, dan Kurdi. Ibnu Khaldun membagi dua jenis kelompok sosial yang keduanya memiliki karakter yang cukup berbeda. Dua kategori kelompok sosial tersebut adalah pertamabadawah” yaitu masyarakat yang tinggal di pedalaman, masyarakat primitif, atau tinggal di daerah gurun. Khaldun sering menyebut masyarakat ini sebagai masyarakat Badui. Kedua, “hadharah” yaitu masyarakat yang identik dengan kehidupan kota di mana Khaldun sering menyebut masyarakat ini sebagai masyarakat perkotaan. Masyarakat kota menurut Khaldun banyak berurusan dengan kehidupan yang enak, mewah, dan banyak mengikuti hawa nafsu. Masyarakat Badui, walaupun juga sama berurusan dengan duniawi, tetapi mereka masih dalam batas yang wajar atau hanya sesuai kebutuhan dan bukan dalam kemewahan, hawa nafsu, dan kesenangan (Khaldun dalam Sunanto, 2011:31). Adapun menurut Robert H. Lauer, dia berpendapat bahwa:
Both Bedouins and sedentary people are “natural groups,” i.e., grups that result from differing ways of making a living. The Bedouins live a Spartan existence; their life is diffficult and simple. They subsist in the dessert and make their living through the raising of camels. This distinguishes them from most Berbers and non-Bedouins, who cultivate grain and engage in agriculture, and from a number of other groups who make their living from such animals as sheep and cattle. The Bedouins are unable to secure anya but the bare necessities of existence. Their way of life generates in them great courage and a high degree of self-determination. There is also intense solidarity among the Bedouins, indeed, the rigors of existing in the desert demand of cooperative efforts that arise from group solidarity . the net result of all this is that the Bedouins are “the most savage human beings that exist” (Khaldun dalam Lauer, 1990:36-37).
Kondisi fisik tempat tinggal masyarakat Badui memiliki pengaruh besar dalam kehidupan beragama mereka. Masyarakat Badui yang hidup sederhana dibanding dengan masyarakat perkotaan dan hidup dengan kesederhanaan, memiliki tingkat ketakwaan yang lebih dibandingkan dengan masyarakat kota. Orang Badui memiliki sikap pemberani dari pada orang kota karena memang orang Badui itu jauh dari kemewahan dan untuk segala apapun harus dilakukan dengan tenaga yang tentunya tidak mudah dan ini sering disebut masyarakat mekanis. Berbeda dengan orang kota yang masyarakatnya sudah bersifat organis di mana hidupnya lebih suka pada yang mewah-mewah, hidup ingin yang serba mudah dan praktis, sehingga membuat kebanyakan masyarakat kota menjadi malas-malasan. Selain itu, masyarakat Badui memiliki ikatan solidaritas yang sangat kuat dan membuat mereka mampu mempertahankan diri. Khaldun menyebut solidaritas sosial dengan istilah ‘asshobiyah (Khaldun dalam Sunanto, 2011:31).
Selain itu masyarakat Badui juga memiliki fanatisme primordial yang tinggi, seperti yang diungkapkan Rais dalam bukunya Teori Politik Islam.
Fanatisme primordial menurut Khaldun adalah ikatan-ikatan solidaritas dan gotong royong dalam lingkup satu keluarga atau satu kabilah tertentu. Keluarga atau klan yang terkuat pastilah yang memiliki kekentalan fanatisme primordial yang paling kuat dan selanjutnya yang paling memiliki kekuatan penekan. Karena itu fanatisme primordial akan menjurus ke arah sistem kerajaan sebagai sesuatu yang natural dan sebagai sebuah hukum alam (Rais, 2001).
Seperti teori yang diungkapkan Rais di atas, adanya fanatisme primordial juga akan menimbulkan suatu konflik sosial antara masyarakat nomadik dengan masyarakat perkotaan. Ini ditandai oleh dinamika konflik perebutan kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang hidup dizaman itu. Juga ditandai dengan kemunculan kelompok-kelompok yang memperebutkan kekuasaan dalam negara kekhalifahan. Sehingga negara sering berada dalam keadan ketidakstabilan politik. Kondisi inilah yang mempengaruhi pemikiran sosiologi konflik Ibnu Khladun. Dia memperlihatkan bagaimana dinamika konflik dalam sejarah menusia sesungguhnya ditentukan oleh keberadaan kelompok sosial yang berbasis pada identitas, golongan, etnis, maupun tribal. Kelompok sosial dalam struktur sosial mana pun dalam masyarakat dunia memberi kontribusi terhadap berbagai konflik. Hal ini dipengaruhi oleh sifat manusia yang sama dengan hewan. Nafsu adalah kekuatan hewani yang mempu mendorong berbagai kelompok sosial menciptakan berbagai gerakan untuk memenangi (to win) dan menguasai (to rule) (Susan, 2009: 30).
Masyarakat kota lebih bersifat individualis karena mereka hidup dipenuhi dengan bekerja, memperoleh banyak uang dan hidup mewah, sehingga mereka beranggapan tidak membutuhkan orang lain lagi. Segala sesuatu dinilai dengan uang. Individualitas inilah yang kemudian berdampak pada lemahnya ikatan solidaritas mereka. Bagi masyarakat Badui, ada dorongan kuat bagi mereka yang memiliki kehidupan terbatas dan ingin menikmati kehidupan mewah untuk melakukan urbanisasi serta ekspansi ke masyarakat kota. Orang-orang Badui pun pindah ke kota untuk mengadu nasib. Perkotaan pun mulai dikuasai oleh orang-orang Badui, sehingga solidaritas yang awalnya lemah menjadi kuat. Namun ini hanya berlangsung singkat. Adanya kemewahan yang didapat di kota, membuat masyarakat Badui lupa akan pentingnya solidaritas sosial. Mereka tidak ubahnya seperti masyarakat kota dahulunya sebelum mereka datangi. Solidaritas merupakan kunci utama yang dapat mempertahankan keutuhan masyarakat. Masyarakat yang individualis akan sangat mudah dihancurkan oleh masyarakat yang memiliki solidaritas sosial yang sangat kuat.



C. Aplikasi Teori Ibnu Khaldun Pada Saat Ini
Wah, 3.055 Anak Suku Terasing Putus Sekolah
Kamis, 27 September 2012 | 13:29 WIB
MAMUJU, KOMPAS.com — Sebanyak 3.055 anak keluarga suku terasing atau suku Bunggu di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat, masuk dalam kategori putus sekolah.
"Hasil pendataan yang dilakukan hingga akhir 2011 terungkap angka putus sekolah anak suku Bunggu mencapai 3.055 anak. Ini tentu menjadi perhatian kami agar anak-anak yang putus sekolah di daerah pedalaman itu juga mendapatkan pendidikan seperti kondisi daerah lainnya," kata Kepala Dinas Pendidikan Sulbar Jamil Barambangi di Mamuju, Kamis.
Karena itu, kata dia, anak-anak yang putus sekolah ini akan dirangkul agar mereka bisa mengikuti pendidikan yang layak seperti masyarakat yang ada di daerah pedesaan ataupun perkotaan.
"Untuk menuntaskan angka putus sekolah pada wilayah suku terasing ini bukan perkara mudah karena mereka punya tradisi kehidupan yang tidak sama dengan masyarakat yang ada di wilayah perkotaan," kata dia.
Apalagi, lanjut dia, suku terasing ini sebagian ada yang masih melakukan sistem bercocok tanam secara berpindah khususnya suku Bunggu bagian dalam.
Jamil mengatakan, tahun ini dirinya telah memberikan perhatian serius agar masyarakat suku terasing mendapatkan pendidikan setara dengan daerah lain. "Tahun ini kita telah alokasikan anggaran pendidikan untuk suku terasing sekitar Rp 200 juta," kata Jamil.
Menurut dia, suku Bunggu bagian luar sudah berbaur dengan masyarakat dengan membentuk permukiman baru, bahkan sudah mulai mengikuti perkembangan zaman. Mereka tak lagi membuat rumah di atas pohon, tetapi telah membangun pondokan seperti masyarakat lain pada umumnya.
Walau demikian, kata dia, suku Bunggu yang telah tinggal menetap ini masih tertinggal dan bahkan angka buta aksara di daerah itu sangat tinggi. "Makanya, kami mencoba melakukan interpensi agar suku primitif di Matra ini mampu berkembang lebih jauh lagi," terangnya.
Jamil yang juga mantan ketua KPU Sulbar ini juga menyampaikan, suku Bunggu bagian dalam yang hidupnya masih sangat primitif ini hendaknya tetap dijaga keasliannya.
"Suku Bunggu bagian dalam akan kita jaga keasliannya sembari kita lakukan langkah-langkah agar mereka mendapatkan pendidikan yang layak," ucapnya.
Sebab, ujar dia, suku terasing bagian dalam itu merupakan aset budaya yang harus dijaga sebagai kekayaan budaya kearifan lokal di daerah ini. "Suku Bunggu merupakan aset budaya yang perlu kita jaga. Biarkanlah mereka hidup dengan cara tradisional tetapi tetap diberikan perhatian khusus bagi generasi suku terasing itu sendiri," pungkas Jamil.
Analisis
Dari kasus yang ada di atas, diberitakan bahwa sekitar 3.055 anak dari suku Bunggu yaitu suku yang terasing terletak di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat mengalami tingkat putus sekolah yang sangat tinggi. Adapun kaitannya dengan hasil pemikiran dari Ibnu Khaldun adalah banyak anak putus sekolah di suku Bunggu bagian dalam ini karena tempat tinggal mereka yang masih bersifat nomaden (berpindah-pindah) dan bisa disebut juga sebagai masyarakat primitif. Berbeda dengan suku Bunggu bagian luar yang tempat tinggalnya sudah banyak yang menetap layaknya masyarakat pedesaan atau perkotaan. Hidup masyarakat suku Bunggu bagian dalam masih bergantung pada alam, seperti yang diungkapkan Ibnu Khaldun bahwa setiap masyarakat terutama masyarakat primitif seperti suku Bunggu bagian dalam yang mempengaruhi adat kebiasaan hidup nomaden dan pikiran-pikiran masyarakat adalah adanya pengaruh iklim, geografi, dan keadaan ekonomi terhadap kehidupan bangsa-bangsa, mempelajari struktur dan fungsi masyarakat bertitik tolak dari pembagian kerja, peranan solidaritas sosial (asshobiyah). Iklim dan geografi sangat mempengaruhi terjadinya perilaku nomaden. Misalnya di daerah satu sudah ditanami dengan tanaman, maka masyarakat tidak lagi memakai dengan menanam kembali, tetapi berpindah ke daerah/tempat lain yang masih kosong yang tentunya daerah yang memiliki iklim dan keadaan geografis yang mendukung. Tujuan hidup nomaden juga dilatarbelakangi oleh tuntutan ekonomi agar dapat bertahan hidup. Namun tidak ada struktur dan fungsi dalam pembagian kerja, yang ada dalam masyarakat suku Bunggu bagian dalam adalah kuatnya solidaritas antar masyarakat.
Suku Bunggu bagian luar, mereka sudah berbaur dengan masyarakat dengan membentuk permukiman baru, bahkan sudah mulai mengikuti perkembangan zaman. Mereka tak lagi membuat rumah di atas pohon, tetapi telah membangun pondokan seperti masyarakat lain pada umumnya. Sifat seperti ini menurut Khaldun, sudah bersifat organis di mana hidupnya lebih suka pada yang mewah-mewah, hidup ingin yang serba mudah dan praktis, sehingga membuat kebanyakan masyarakat kota menjadi malas-malasan dan cenderung individualis. Walaupun suku Bunggu bagian dalam merupakan masyarakat yang primitif dan buta aksara, tetapi pemerintah harus berusaha agar suku tersebut dapat berkembang layaknya masyarakat suku Bunggu bagian luar tanpa meninggalkan kebiasaan tradisional mereka dan mendapatkan pendidikan yang layak.

D. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diambil dari tulisan di atas adalah Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal bulan Ramadan 732 H atau 27 Mei 1332 M. Keluarga Bani Khaldun berasal dari daerah Hadramaut, sebuah daerah di selatan Jazirah Arab. Kemudian pindah ke Andalusia dan menetap di Sevilla pada permulaan penyebaran Islam sekitar abad ke-9 M. Khaldun meninggal dunia pada tahun 1406.
Manusia merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan orang lain dalam mempertahankan hidupnya, sehingga adanya keharusan bagi manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi sosial (Khaldun dalam Sunanto, 2011). Sumbangan intelektual Ibnu Khaldun bagi pengembangan tradisi pemikiran Barat sangat berarti. Melalui karya buku Muqaddimah, Khaldun menyumbang pemikiran metodologi ilmiah berupa kajian teoritis empiris di bidang ilmu-ilmu sosial jauh sebelum munculnya tokoh sosiologi August Comte. Ibnu Khaldun membagi dua jenis kelompok sosial yang keduanya memiliki karakter yang cukup berbeda. Dua kategori kelompok sosial tersebut adalah pertamabadawah” yaitu masyarakat yang tinggal di pedalaman, masyarakat primitif, atau tinggal di daerah gurun. Khaldun sering menyebut masyarakat ini sebagai masyarakat Badui. Kedua, “hadharah” yaitu masyarakat yang identik dengan kehidupan kota di mana Khaldun sering menyebut masyarakat ini sebagai masyarakat perkotaan.
Kondisi fisik tempat tinggal masyarakat Badui memiliki pengaruh besar dalam kehidupan beragama mereka. Masyarakat Badui yang hidup sederhana dibanding dengan masyarakat perkotaan dan hidup dengan kesederhanaan, memiliki tingkat ketakwaan yang lebih dibandingkan dengan masyarakat kota. Selain itu masyarakat Badui juga memiliki fanatisme primordial yang tinggi yang akan menimbulkan adanya suatu konflik sosial antara masyarakat nomadik dengan masyarakat perkotaan. Masyarakat kota lebih bersifat individualis karena mereka hidup dipenuhi dengan bekerja, memperoleh banyak uang dan hidup mewah, sehingga mereka beranggapan tidak membutuhkan orang lain lagi. Individualitas inilah yang kemudian berdampak pada lemahnya ikatan solidaritas mereka. Karena itu, Solidaritas merupakan kunci utama yang dapat mempertahankan keutuhan masyarakat. Masyarakat yang individualis akan sangat mudah dihancurkan oleh masyarakat yang memiliki solidaritas sosial yang sangat kuat.

E.  Saran
Saran yang ingin disampaikan penulis adalah
1.  Bagi masyarakat pada umumnya terutama masyarakat perkotaan, hendaknya tidak bersifat individualistik, tetapi saling menguatkan solidaritas, misalnya mambuat suatu kelompok arisan bagi ibu-ibu atau karang taruna bagi laki-laki.
2.  Bagi masyarakat yang dari kampung/desa dimana masih menjunjung tinggi solidaritas, ketika pindah ke kota hendaknya tidak membuat lemah kesolidannya.
3.  Masing-masing masyarakat yang berasal dari suatu desa dan pindah ke kota, hendaknya mereka tidak bersifat fanatisme primordialisme yang dapat menimbulkan konflik, tetapi mencoba berbaur dengan masyarakat lain yang mempunyai suku berbeda.











DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Wardi. 2010. Sosiologi Klasik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Kompas, 2012. Wah, 3.055 Anak Suku Terasing Putus Sekolah, 27 September 2012, Online.
Lauer, Robert H., 1990. Perspectives on Social Change. United Stated of America : U.S. International University.
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Rais, Muhammad Dhiauddin. 2001. Teori Politik Islam. Jakarta : Gema Insani Press.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2003. Modern Sociological Theory. Diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Alimandan. Jakarta : Kencana.
Sardar, Ziauddin. 1979. The Future of Muslim Civilisation. Diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Rahmani Astuti. Bandung. Penerbit Mizan.
Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogjakarta : Ar-Ruzz.
Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Oleh Nina Althafunnisa

Kesadaran Intelektual Adalah Muara Kebangkitan Umat Oleh Muhammad Atim


Untuk membangkitkan suatu umat atau sebuah peradaban menuju kejayaan maka yang terlebih dahulu mesti digugah adalah kesadaran intelektualnya. Sebagai Umat Islam, tentunya sudah menjadi keniscayaan bagi kita untuk bangga kepada Islam yang memuat ajaran dan peradaban. an terkhusus kepada para da’i, karena ia merupakan perwujudan dari cita-cita besar menegakkan Kalimat Allah itu. Maka, dakwah itulah yang menjadi langkah awalnya, yaitu menggugah kesadaran intelektual umat. Mengapa menggugah kesadaran intelektual itu penting dalam membangkitkan kejayaan umat? Ini sudah dibuktikan dalam rentetan sejarah kegemelingan umat Islam generasi awal.
Kita bisa mengambil hikmah dari asas tegaknya sebuah risalah, bahwa wahyu Ilahi yang akan diemban sebagai amanah risalah oleh Rasulullah saw, diawali dengan sebuah ayat yang mengharuskan dirinya untuk membuka cakrawala pikiran dan melakukan kerja intelektual, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan.” Al-Alaq : 1
Dalam mengemban amanah, Rasulullah saw hadir di tengah-tengah umat sebagai penerang bagi gelapnya kejahiliyahan, menyelamatkan manusia dari penyembahan sesama makhluk menuju Tauhid, penyembahan kepada Sang Khaliq semata. Suasana kejahiliyahan saat itu disebabkan karena mereka tidak menggunakan akal sehat dalam memilih Tuhan. Oleh karena itu, Al-Qur’an seringkali dalam menanamkan Aqidah kepada umat, menggugah kesadaran akal mereka terlebih dahulu. Ini membuktikan bahwa untuk mencapai sebuah keyakinan yang benar maka mesti dengan pemahaman yang benar dan pemahaman yang benar itu dicapai melalui proses intelektual. Dalam hal ini misalkan Allah SWT menyebutkan bagaimana Nabi Ibrahim as menjelaskan kepada umatnya sebuah proses intelektual dalam mencari tuhan hingga sampai pada titik Tauhid.
“Dan ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar, apakah engkau menjadikan patung-patung sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihatmu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata. Demikian juga kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi supaya dia menjadi orang yang yakin. Maka di saat malam menutupinya ia melihat planet, ia berkata: inilah tuhanku! Lalu di saat planet itu menghilang, ia berkata: Aku tidak menyukai yang menghilang. Ketika ia melihat bulan nampak, ia berkata: inilah tuhanku! Ketika ia menghilang ia berkata: sesungguhnya jika tuhanku tidak memberiku petunjuk niscaya aku benar-benar termasuk kaum yang sesat. Di saat ia melihat matahari nampak ia berkata: inilah tuhanku, ini lebih besar! Maka saat ia menghilang, Ibrahim berkata: Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa-apa yang kalian persekutukan. Sesungguhnya aku hadapkan wajahku dengan lurus kepada Yang telah menciptakan langit dan bumi, dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang musyrik.” Al-An’am : 74-79
Dalam memberantas kemusyrikan dan mengantarkan umat kepada Tauhid, di masa-masa awal risalah Rasulullah saw tidak langsung mengajak sahabat-sahabatnya yang telah masuk Islam untuk langsung menghacurkan patung-patung berhala yang memenuhi Ka’bah, karena kalau soal menghancurkan barangkali orang-orang kafir Quraisy saat itu dengan mudah akan membangunnya kembali. Akan tetapi yang beliau lakukan dalam masa yang cukup panjang adalah senantiasa berdakwah dan membina umat untuk memahamkan mereka tentang hakikat ketuhanan. Sehingga melalui penanaman-penanaman kesadaran intelektual seperti itu, maka ketauhidan dan keimanan umat akan terbentuk dengan kokoh dan dengan sendirinya mereka akan menyingkirkan kemusyrikan tersebut. Ini terbukti bahwa di saat Fathu Makkah, bukan tangan Rasulullah saw sendiri yang menghancurkan patung-patung berhala itu, akan tetapi dihancurkan oleh orang-orang yang baru masuk Islam karena pada akhirnya mereka telah sampai kepada kesadaran.
Lihat pula, bagaimana sejarah telah membuktikan bahwa tampilnya seorang pahlawan Islam terkenal, Shalahuddin Al-Ayyubi yang berhasil membebaskan kembali Al-Aqsha pada tahun 1187 yang sebelumnya dikuasai oleh pasukan salib selama 88 tahun, tidak muncul secara tiba-tiba atau “turun dari langit” sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Majid Irsan Al-Kilani dalam Bukunya “Misteri Masa Kelam Islam dan Kemenangan Perang Salib”. Menurut beliau, bahwa Shalahuddin adalah produk sebuah generasi baru yang telah dipersiapkan oleh para ulama yang hebat. Dua ulama besar yang disebut berjasa besar dalam menyiapkan generasi baru itu adalah Imam Al-Ghazali dan Abdul Qadir Al-Jilani.
Menurut Dr. Majid Irsan Al-Kilani, dalam melakukan upaya perubahan umat yang mendasar, Al-Ghazali lebih memfokuskan pada upaya mengatasi masalah kondisi umat yang layak menerima kekalahan. Di sinilah, Al-Ghazali mencoba mencari faktor dasar kelemahan umat dan berusaha mengatasinya, ketimbang menuding-nuding musuh. Menurut Al-Ghazali, masalah yang paling besar adalah rusaknya pemikiran dan diri kaum muslim yang berkaitan dengan akidah dan kemasyarakatan. Al-Ghazali tidak menolak perubahan pada aspek politik dan militer. Tetapi yang dia tekankan adalah perubahan yang lebih mendasar, yaitu perubahan pemikiran, akhlak dan perubahan diri manusia itu sendiri. Tahap kebangkitan dan pembenahan jiwa ini tidak dapat dilakukan tanpa melalui pemahaman keilmuan yang benar. Ilmu adalah asas dari pemahaman dan keimanan. Ilmu yang benar akan menuntun kepada keimanan yang benar dan juga amal yang benar. Ilmu yang salah akan menuntun pada pemahaman yang salah dan amal yang salah pula.          
Uraian di atas adalah di antara bukti bahwa impian kejayaan umat harus dibangun dengan tradisi intelektual dan tradisi ilmu. Oleh karena itu, janganlah kita berharap umat Islam ini akan mendapatkan kembali kejayaannya yang seakan-akan telah hilang, jika kita tidak lagi melakukan sebuah proses intelektual menuju pemahaman dan keyakinan yang benar. Karena dari pemahaman dan keyakinan yang benar itulah akan lahir tindakan-tindakan yang benar. Sehingga umat akan semakin cerdas dalam menggapai segala keberhasilan baik di bidang memperkuat identitas kemuslimannya, pendidikan, peningkatan ekonomi, sosial-kebudayaan, kemajuan sains dan teknologi dan kekuasaan politik. Kesadaran intelektual itu dicapai dengan proses belajar tiada henti, menuntut ilmu, tafakur dan tadabur. Namun, menuntut ilmu yang diajarkan oleh Islam adalah bukan hanya menuju kepuasaan intelektual yang lepas dari kendali iman, akan tetapi senantiasa dibimbing oleh keimanan, sehingga semakin seseorang itu ilmunya meningkat maka imannya pun meningkat.
Hal inilah yang sering luput dari para ilmuwan yang terus-menerus menggunakan akalnya dalam mencari penemuan-penemuan ilmiah akan tetapi tidak kunjung menemukan kebahagiaan dan kepuasan yang hakiki. Hal ini bisa kita lihat dari peradaban Barat yang dengan megahnya dibangun melalui penemuan-penemuan ilmiah dan kecanggihan teknologi tetapi hampa makna, kering dari nilai-nilai spiritual karena mereka tidak pernah mengaitkan ilmu dengan iman. Maka tidak bisa dipungkiri, secara fitrah, akal itu akan menemukan kepuasan yang hakiki jika sampai di muara keimanan.
Benarlah firman Allah SWT yang mengatakan,
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Al-Mujadilah : 11


Kejayaan dan kesuksesan umat Islam pada masa itu, seperti yang banyak dituliskan oleh para ilmuan muslim, setidaknya dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya ; pertama, keimanan yang kokoh dan pegangan yang kuat terhadap ajaran agama. Generasi Islam masa itu berpegang teguh pada ajaran Alquran dan Sunnah Rasulullah. Merekalah generasi terbaik yang ada di dalam sejarah kehidupan Muslim., kedua; memiliki pemerintahan yang kokoh dan kuat di bawah panji khilafah Islamiyah yang luas daerah kekuasannya meliputi 2/3 dari daratan bumi ini, membentang dari Asia, Eropa dan Afrika. Peraturan dan perundangan yang berlaku tertata dengan baik, sistem pemerintahan kuat dan memiliki para pegawai yang berdedikasi tinggi dan terpercaya. Ketiga; penguasaan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Penerjemahan buku-buku pada masa itu berkembang pesat, diskusi ilmiah ramai dilakukan, penemuan dan penelitian oleh para ilmuan sudah menjadi hal yang lumrah, dan penghormatan terhadap ilmu pengetahuan sangat tinggi. Setiap buku yang ditulis oleh para ilmuan ditimbang dan dihargai emas dengan takaran timbangan yang sama. Keempat; memiliki tentara perang yang kuat dan persenjataan modern dengan menemukan dan menciptakan sistem persenjataan baru. Seperti misalnya ditemukannya mesiu oleh tentara Jenessary, tentara elitnya kekhalifaahan Turki Usmani, yang membuat sistem persenjataan maju pesat dan berkembang ke arah persenjataan modern, seperti senapan, bom dan lain sebagainya.

Membangun Pilar Kebangkitan Umat

Published On Sunday, March 25, 2012 By admin. Under: Headline, Kebangkitan Islam.   
Pengaruh globalisasi telah merambah seluruh aspek kehidupan manusia. Ia bergulir bagaikan bola salju yang semakin hari semakin besar. Menurut David Held, Globalisasi memiliki tiga daya yang sulit dibendung. Pertama velocity (kecepatan), daya rambah dalam waktu yang singkat. Kedua, intencity (kedalaman), daya rubah sampai pada hal-hal prinsip. Ketiga, extencity (keluasan), daya jangkau yang meliputi pelosok-pelosok dunia (Global Transformation, 2000).
Tiga daya inilah yang menjadi kendaraan bagi seluruh “ideologi asing” masuk menyelinap di balik pesan-pesan globalisasi. Liberalisasi dan kebebasan serta kesetaraan. Akan tetapi di balik semua itu, ada sebuah rencana besar yang diarsiteki oleh sekelompok kecil manusia yang ingin merubah wajah dunia menuju The New World Order, Tata Dunia Baru. Dibaliknya ada agenda penghancuran besar-besaran yang tengah sabar dinanti, satu agenda demi agenda diselesaikan.
Globalisasi pun menjadi ancaman besar bagi umat Islam. Globalisasi tidak lain adalah gelombang penghancuran umat. Di dalamnya agendaGhazwul Askari (perang fisik) diarahkan kepada negara-negara timur tengah. Politik belah bambu dan dukungan terhadap gerakan-gerakan separatis masih terus digencarkan barat. Sementara di belahan bumi lain dibenamkan Ghazwul Fikri (perang pemikiran) secara rahasia. Umat pun dikepung dari dua arah secara bersamaan. Dari dalam dan dari luar.
Dari luar, belahan bumi kaum muslimin dicaplok satu demi satu. Chechnya, Iraq, Afghanistan, Palestina hingga hari ini masih bergejolak. Perang demi perang terjadi setiap harinya, dan hanya menyisakan kecaman, petisi atau unjuk rasa yang berujung pada kekecewaan. Sementara yang menjadi korban adalah umat Islam. Di belahan bumi yang lain ideologi demokrasi dipaksakan untuk dijadikan dasar konstitusi negara. Turki, Mesir, Syria, Libanon dan yang lainnya menjadi korban invasi politik ini.
Kebencian barat dan kekhawatirannya terhadap gerakan kebangkitan Islam sangat nampak terlihat. ‘Terorisme’ menjadi kendaraan untuk membuat masyarakat dunia terjangkiti islamophobia (Benci terhadap Islam,-red). Terorisme, diangkat sebagai isu global karena pelaku kejahatan –katanya- adalah –oknum- dari umat Islam. Akan tetapi ketika umat Islam yang menjadi korban, semua bungkam, diam seribu bahasa (seperti di Palestina). Itulah standar ganda Amerika dan sekutunya dibalik wacana deklarasi freedom and human rights (Kebebasan dan Hak Asasi Manusia).
Dari dalam, umat Islam ditaburi pemikiran-pemikiran sesat. Berbagai aliran nyeleneh pun bermunculan. Agenda pendangkalan aqidah dan perusakan akhlaq menjadi rencana utamanya. Ahmadiyah, Lia eden, Ahmad Mushaddeq, Isa Bugis dan deretan aliran lainnya menjadi kasus yang serasa begitu sulit dituntaskan. Sementara di sisi yang lain semakin hari, kasus pornoaksi, pencabulan dan skandal seks semakin menjamur yang sangat berkorelasi dengan maraknya hiburan, infotainment dan konser musik.
Dalam kacamata Islam, kondisi ini dikenal sebagai zaman fitnah, zaman ujian. Zaman terasingnya ajaran Islam dari pemeluknya sendiri. Tidak lain karena gelombang globalisasi telah ‘menyeret’ manusia mencampakkan nilai-nilai ilahiah agama. Parahnya, itu pun dilakukan tanpa sadar, bahkan dengan kebanggaan. Betapa banyak pemuda yang hanya dengan alasan trend, rela merogoh kocek dalam-dalam. Karena alasan gaul, tanpa sadar telah kehilangan jatidiri sebagai muslim. Ajaran Islam pun sedikit demi sedikit ditinggalkan. Sementara orang-orang yang berusaha mengamalkan Islam di-stigma-kan sebagai orang kolot, tidak ikut perkembangan zaman.
Zaman ini telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Suatu zaman di mana siapa yang memegang teguh agamanya seperti menggenggam bara api”. Akan tetapi di tengah zaman fitnah itu, Nabishallahu alaihi wa sallam tidak membiarkan umatnya terombang-ambing dalam badai fitnah. Rasulullah shallahu alaihi wa sallambersabda,
“Kutinggalkan kepada kalian dua perkara, barangsiapa yang berpegang teguh kepada keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, Kitabullah (al-qur’an) dan Sunnahku”(HR. Bukhari).
Ya, itulah jalan keluar yang telah disampaikan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jalan yang lurus dan tidak akan ada keselamatan kecuali berpegang teguh kepada keduanya. Dialah Al-Qur’an dan Sunnah beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan berpegang teguh kepada keduanya, gelombang fitnah akan dapat diatasi.
Oleh karena itu untuk melawan badai fitnah itu diperlukan perjuangan mengembalikan umat kepada kemuliaannya. Perjuangan melawan fitnah akhir zaman. Dan sinyal nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas telah tergambarkan secara nyata bahwa prioritas perjuangan adalah dengan al-Qur’an dan Sunnah. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan dalam al-Qur’an (yang artinya):
“…Dan Berjihadlah dengannya (Al-qur’an), dengan jihad yang besar”(QS Al-Furqan:52).
Demikian Allah menyebutkan. Jihad yang paling tepat adalah jihad dengan Al-Qur’an. Membaca mempelajarinya, mengamalkan dan medakwahkannya. Serta terakhir, Bersabar di atasnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di tengah problema yang melanda umat, menyebutkan bahwa usaha islahul ummah (perbaikan umat) ditempuh dengan dua jalur utama.
PertamaTashfiyah (purifikasi/pemurnian). Pembersihan atau pemurnian kembali segala macam bentuk keyakinan kaum muslimin yang terjangkiti SEPILIS (Sekularisme Pluralisme dan Liberalisme) serta TBC (Tahayul, Bid’ah dan Churafat). Karena kita mengetahui bahwa tidak akan kembali kejayaan itu kecuali dengan usaha dan kerja keras dalam mengembalikan keyakinan umat kepada fitrah tauhid. Fitrah Islam.
Kedua, Tarbiyah. Pembinaan pribadi atau individu-individu agar mengenal Allah Azza Wa Jalla dalam Tauhidullah, Rububiyah, Uluhiyahdan Asma dan Sifat-sifat-Nya serta seluruh konsekuensi atasnya. Usaha ini dilakukan dengan pembinaan intensif kepada para generasi muslim untuk menumbuhkan karakter dan kepribadian yang utuh dalam keimanan, aqidah, akhlaq dan tsaqofah. Sehingga akan muncul kesiapan dalam menjalankan perintah Allah Azza Wa Jalla. Kesiapan memikul amanah ibadah dan berjuang menegakkan kalimat tertinggi-Nya.
Oleh karena itu, dibutuhkan kekuatan yang menjadi pilar dalam mengusung kebenaran. Allah Azza wa Walla menyebutkan dalam Al-Qur’an (yang artinya) :
“Dan persiapkanlah segala hal untuk berperang dari kekuatan yang kalian miliki…” (QS Al Anfal:60)
Pilar kekuatan itu diantaranya :
1. Quwwatul Aqidah
Kekuatan aqidah. Aqidah yang shahih, bersih dan murni yang tidak tercampuri dengan kesyirikan dan kedzhaliman sedikit pun, serta dilandasi dengan ilmu yang terang. Allah telah menyebutkan dalam QS. An-Nur ayat 55 (yang artinya),
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan beramal shalih, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah menjadi aman sentosa. Mereka menyembah-Ku dan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun…”
Allah menegaskan syarat untuk menjadikan orang-orang beriman dan beramal shalih adalah hanya satu, ya’buduunanii walaa yusyrikuuna bihi syai-a’. Menyembah Allah dan tidak menyekutukan dengan sesuatu apa pun.
Itulah kunci kemenangan. Kunci yang membuat pasukan Shalahuddin Mengembalikan al-quds (Palestina) ke pangkuan kaum muslimin. Kunci yang membuat Konstatinopel takluk dalam serangan armada laut Sultan Muhammad Al-Faatih. Memindahkan 70 kapal lautnya menyeberangi selat Bosphorus ke Selat Tanduk Emas (Golden Horn) melewati gunung hanya dalam waktu satu malam. Kunci yang membuat Andalusia tunduk tak berdaya dengan ekspedisi jihad di bawah panji Thariq bin Ziyad. Kunci yang Membuat Persia di ufuk Barat, dan Romawi di ufuk Timur tumbang. Dan keduanya tidak menyisakan apa-apa sampai hari ini kecuali bangunan dan kisah-kisah saja.
Itulah kunci kemenangan kaum muslimin…
2. Quwwatul Ukhuwah
Kekuatan berikutnya adalah kekuatan ukhuwah (persaudaraan). Karena itulah (ukhuwah) yang Nabi shallallahu alaihi wa sallam bina setelah aqidah. Persaudaraan di atas iman. Sehingga muncul persatuan dalam dada-dada kaum muslimin. Dan itulah kekuatan sejati dalam memancangkan panji-panji jihad, izzul islam walmuslimiin.
Tanpa ukhuwah, dakwah akan mandeg. Tanpa ukhuwah dakwah akan stagnan. Dan tanpa ukhuwah, perjuangan akan hambar. Karena kecintaan kepada saudara itulah yang menjadi kekuatan, bersama dalam perjuangan.
3. Quwwatu at-Tandzhim
Kekuatan pengorganisasian. Visioner, rapi, dan sistematis. Gerakan dakwah yang memiliki basis massa akan terpecah dan tidak terarah jika tidak diatur dengan baik. Butuh kepemimpinan yang berkarakter. Figur yang menjadi teladan. Serta pejuang-pejuang yang siap untuk dipimpin dan diarahkan. Dan tentu dilengkapi dengan kapasitas manajemen dakwah yang mumpuni.
Tiga kekuatan di ataslah yang akan menghasilkan quwwatul haq(kekuatan Al-haq atau kebenaran) dalam melawan quwwatul bathil(kekuatan kebatilan). Inilah panduan dalam mengusung satu cita-cita mulia, “masyarakat bertauhid”. Puncak tertinggi peradaban dan syariat Islam.
Kalimat terakhir, semoga ‘karya sederhana’ ini bisa menjadi inspirasi bagi kita dalam bergerak dan berkontribusi untuk umat Islam. Karena siapa pun yang ingin mulia, tidak ada pilihan lain baginya kecuali dengan memberi persembahan terbaik untuk ad-dien-Nya.
Saatnya bergabung menyambut kebangkitan Islam (shahwah islamiyah)…
(Wallahu Ta’ala A’lam)
Oleh: Abu Fath el_Faatih (Ketua Umum FSI Raudhatul Ilmi UNM)
Sumber: Buletin Dakwah Al-Balagh edisi 16/VII Rabiul Akhir 1433 H


Tembok Rasa takut Telah Hancur, Maka bergabunglah kepada kebangkitan umat Islam
Sejak beberapa bulan lalu di beberapa negeri Islam seperti Tunisia, Mesir, Yaman, Bahrain, Libya, Suria, Alzajair, Maroko dan lainnya terjadi sejumlah pergerakan demonstrasi umat Islam menentang para penguasa zalim. Para penguasa itu memerintah dengan kekuatan terhadap umat ini yang telah dizalimi sejak dua puluh, tiga puluh tahun lalu bahkan hingga empat puluh tahun lalu. Mereka menghisap darah umat dan menerapkan perundang-undangan keji yang dipaksakan oleh tuan-tuan mereka kaum kafir. Mereka merampok kekayaan umat bersama tuan-tuan mereka, melanggar kehormatan umat dan hak-hak kemanusiaan umat yang biasa, serta melecehkan agama dan tempat-tempat suci umat. Ringkasnya, para diktator fir’aun masa kini telah sampai pada puncak tirani dan melampaui semua batasan. Sehingga wadah kesabaran umat telah hancur. Masyarakat keluar ke jalan-jalan di mana tidak ada seorang pun atau sesuatu pun yang bisa memalingkan masyarakat dari jalannya, baik itu kekuatan keamanan dan dinas-dinas bersenjata, atau pun konspirasi negara-negara penjajah barat dan tipu dayanya. Umat yang dizalimi telah melupakan rasa takut dan sampai pada keputusan bulat bahwa mereka tidak akan meninggalkan medan dan kembali ke rumah-rumah mereka hingga para penguasa zalim itu jatuh. Berdirinya umat itu mengabarkan berakhirnya usia para penguasa zalim dan berhentinya zaman kezaliman. Rasulullah saw telah memberikan berita gembira:
ثُمَّ تَكُونُ مُلْكاً جَبْرِيَّةً، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا
Kemudian akan ada kekuasaan yang diktator yang menyengsarakan dan akan tetap ada atas izin Allah kemudian Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya
Para penguasa zalim seperti Ben Ali dan Husni Mubarak, satu demi satu telah dicampakkan ke tempat sejarah yang buruk. Tuan-tuan kafir mereka tidak memperlihatkan perhatian terhadap mereka dan membiarkan mereka di akhir hidupnya yang hitam! Dan sejawat-sejawat mereka di negeri-negeri Islam yang dengan kekuatan menguasai tengkuk masyarakat, akan ditunggu oleh nasib buruk yang sama dan telah tiba bagi mereka hari-hari hitamnya. Dan dengan izin Allah SWT periode yang diberitakan oleh Rasulullah saw telah mulai berjalan:
ثُمَّ تَكُونُ خِـلَافَـةً عَلَى مِنْهَـاجِ النُّـبُـوَّةِ
Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian
Tajikistan dan seluruh negeri di Asia Tengah merupakan bagian dari negeri Islam dan penduduknya adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari umat Islam. Di negeri ini, orang-orang yang mendominasi masyarakat juga berlaku keji sejak beberapa dekade lalu. Kezaliman itu pada masa-masa akhir ini telah sampai pada tingkat yang belum pernah dilihat atau pun di dengar. Tingkat hidup di tengah masyarakat telah jatuh sampai pada tingkat paling rendah dalam semua bidang dan kemiskinan telah merata meliputi seluruh daerah. Meraih sekerat kehidupan telah berubah menjadi perhatian mendasar masyarakat. Agama dan kesakralan telah dilanggar sehingga melakukan ibadah yang biasa dan tradisi-tradisi keagamaan serta pengajaran agama dan simbol-simbol Islam seperti pakaian syar’i dan jenggot, tela berubah menjadi kejahatan dan orang-orang yang melakukannya di cap “teroris” dan “radikal”!
Di negeri ini sekelompok kecil yang berkuasa saja mendapatkan kenimatan diatas penderitaan masyarakat. Perhatian sekelompok itu adalah menjaga dominasi minoritasnya dan memperbanyak kekayaan dan tabungan di bank-bank Eropa dan Amerika. Para penjahat itu tidak peduli dengan sarana apapun untuk mencapai tujuan keji mereka. Mereka menjadi budak yang sebenarnya bagi tuan-tuan mereka kaum kaifr. Mereka berlomba-lomba menerapkan perintah-perintah dan rencana-rencana tuan-tuan mereka melawan umat Islam. Sebab mereka menilai tuan-tuan mereka adalah jaminan eksistensi kekuasaan dan kekayaan mereka. Akan tetapi mereka lupa bahwa eksistensi dominasi mereka hanyalah beberapa hari. Mereka menipu diri mereka sendiri dengan bermacam trik. Sebab kaum muslim di Tajikistan telah mecium kejahatan mereka dan wadah kesabaran mereka telah penuh. Energi penentangan milik penduduk negeri ini telah sampai pada tingkat meledak. Masyarakat Tajikistan meski terlihat tenang namun itu adalah ketenangan yang mendahului badai yang akan menyeret diktator tiran dan kelompoknya yang jahat ke kehancuran. Karena kaum muslim di Tajikistan adalah bagian dari umat Islam, maka mereka dengan izin Allah tidak akan ketinggalan arus kebangkitan umat Islam. Kembalinya kaum muslim di Tajikistan kepada nilai-nilai Islamnya telah mulai. Rasul saw telah menjelaskan kesatuan umat ini dengan kalimat:
مَثَلُ الْـمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ
Permisalahan kaum mukmin dalam kasih sayang dan solidaritas mereka seperti satu tubuh
Kebahagiaan dan kesedihan serta ide dan perasaan dalam diri umat ini adalah satu. Arus kebangkitan umat ini yang telah mulai mengalir maka hari ini atau besok akan merata meliputi seluruh bagiannya. Saudara-saudara kita baik laki-laki maupun perempuan di negeri-negeri itu tidak kembali ke rumah-rumah mereka sejak beberapa bulan tanpa mempedulikan berbagai perbuatan para tiran dan syahidnya ribuan orang. Di seluruh medan berkumandang satu slogan yang sama: “rakyat menginginkan kejatuhan rezim”. Maka tidak ada keraguan bahwa badai revolusi umat akan sampai ke negeri kita yang juga terzalimi ini!
Hizbut Tahrir di Tajikistan sejak hari pertama, dengan karunia dan kemuliaan dari Allah, aktivitas-aktivitasnya tidak pernah diam barang sedetik pun terhadap kondisi umat, kezaliman dan penindasan itu. Seluruh kaum muslim di negeri ini adalah saksi atas hal itu dan mereka mengetahuinya. Lebih dari tiga ratus orang syabab Hizb telah menghabiskan waktu yang panjang di dalam penjara orang-orang zalim sebelum mereka akhirnya keluar. Dan sekarang masih terdapat sekitar tiga ratus orang syabab lainnya yang berada di belakang pagar besi diktator tiran ini. Sebagian mereka dikembalikan lagi ke penjara setelah menghabiskan waktu panjang di dalam penjara. Sampai para wanita dari kelompok mukhis ini juga menghadapi penyiksaan yang kejam dan dipenjara dalam waktu yang lama. Semua itu adalah contoh yang jelas atas apa yang kami katakan.
Kami percaya bahwa kaum muslim di Tajikistan hari ini memahami aktivitas-aktivitas Hizbut Tahrir untuk membebaskan umat Islam dari kezaliman orang-orang zalim dan penjajahan negara-negara kafir lebih banyak dari setiap waktu. Cahaya pagi hari telah tampak begitu jelas bagi setiap orang yang memiliki dua mata. Keburukan para penguasa zalim dan diantaranya adalah penguasa di Tajikistan, telah tersingkap secara telanjang. Umat telah sampai pada kesadaran mereka sebagai orang-orang yang merdeka. Telah datang kesempatan bagi kaum muslim Tajikistan untuk terpengaruh dengan revolusi-revolusi saudara mereka dan untuk berjuang bersama Hizbut Tahrir serta menguatkan tekad mereka untuk menjatuhkan rezim-rezim rusak dan mendirikan daulah Khilafah Rasyidah.
Wahai orang-orang zalim, ketahui dan sadarlah bahwa hari-hari kalian tinggal beberapa hari. Nasib seperti Ben Ali Tunisia, Mubarak Mesir dan Qaddafi Libya menunggu kalian! Umat yang terzalimi akan menuntut balas kepada kalian atas izin Allah dengan pembalasan yang menjadi hak mereka. Pada waktu itu, kekayaan, jabatan dan kontraktor keamanan swasta tidak akan bisa menolong kalian. Bahkan hingga tuan-tuan kafir kalian akan mencampakkan kalian! Ketahuilah bahwa keranjang sampah sejarah sedang menunggu kalian. Lebih dari itu azab yang pedih di sisi Allah aan menunggu kalian!
Wahai kaum muslim di Tajikistan!
Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Umar bin Abdul Aziz, Khalid, Shalahuddin dan al-Mu’tashim yang dahulu hati musuh-musuhnya dipenuhi rasa takut karena mendengar nama mereka, mereka itu adalah nenek moyang Anda. Ketahuilah bahwa Anda adalah cucu-cucu para tokoh agung itu. Sungguh telah tiba waktunya untuk Anda tidak takut terhadap kezaliman hamba yang fasik dan untuk Anda menempuh jalan jihad yang paling agung. Rasul saw bersabda:
أَلاَ إِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
Ketahuilah, sesungguhnya jihad yang paling agung adalah (mengatakan) kalimat yang hak dihadapan penguasa yang jahat
Dan jangan Anda takut kecuali kepada Allah SWt. Allah SWT berfirman:
فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي
Maka janganlah kamu, takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. (QS al-Baqarah [2]: 150)
Kami menyeru para ulama dengan seruan khusus, sebab Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (QS Fathir [35]: 28)
Dan Nabi saw bersabda:
الْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ
Para ulama adalah pewaris para nabi
Artinya bahwa ulama adalah pewaris nabi dalam perkataan kebenaran dan mengoreksi penguasa dan memimpin umat kepada kebaikan. Jadi para ulama adalah yang lebih banyak tanggungjawab dan bebannya di antara kaum muslim di sisi Allah. Karena itu, untuk mereka terdapat pahala yang agung. Benar, para ulama memiliki posisi mulia itu jika mereka melaksanakan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya dan memimpin umat dalam mengoreksi para penguasa zalim serta keluar menentang kezaliman. Jika tidak maka mereka tidak berhak atas posisi ulama, bahkan mereka akan mendapat azab yang pedih di sisi Allah. Kami memohon perlindungan kepada Allah dari hal itu!
Wahai Kaum Muslim, wahai Para Ulama, Wahai Orang-Orang yang Berakal!
Hizbut Tahrir menyeru Anda untuk angkat suara bersamanya, suara pengingkaran menentang para penguasa zalim dan rezim-rezim kapitalisme yang rusak, baik yang dinamakan kediktatoran atau pun demokrasi. Semuanya adalah zalim. Dan untuk Anda kumandangkan di masjid-masjid dan di jalan-jalan takbir, doa dan long march; Anda deklarasikan tolong menolong bersama saudara-saudara Anda kaum muslim di Mesir, Tunisia, Yaman, Bahrain, Suria dan Libya. Dan untuk Anda berjuang sebagai bagian tak terpisahkan dari umat Islam, bersama kaum muslim negeri-negeri Islam lainnya untuk menjungkalkan rezim-rezim zalim dan mendirikan daulah Islamiyah yang satu yaitu Khilafah Rasyidah, mengangkat seorang khalifah yang adil yang melindungi kaum muslim dan membela mereka. Ini adalah perkara yang difardhukan oleh Allah kepada Anda dan Anda berhak mendapatkan pahala yang agung karena menunaikannya. Sebagaimana, perkara itu akan membebaskan Anda dari kezaliman dan mengantarkan Anda kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika Anda tidak melakukannya maka Anda akan ditimpa azab yang pedih karena penyepelean dan pengabaian Anda terhadapnya. Rasulullah saw bersabda:
لا، وَاللهِ، لَتَأْمُرُنَّ بِالـْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْـمُنْكَرِ، وَلَتَأْخُذُنَّ عَلَى يِدِ الظَّالِمِ، وَلَتَأْطُرُنَّهُ عَلَى الْحَقِّ أَطْرًا أَوْ تَقْصُرُنَّهُ عَلَى الْحَقِّ قَصْرًا
Tidak, demi Allah, sungguh kamu memerintahkan yang makruf dan sungguh kamu mencegah yang mungkar, dan sungguh kalian menindak orang yang zalim, dan kamu benar-benar berpegang diatas kebenaran atau kamu benar-benar mengabaikan kebenaran
Hizbut Tahrir menyeru Anda kepada perkara tersebut. Hizbut Tahrir percaya akan dekatnya janji Allah dan berita gembira Nabi saw.
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi (QS an-Nur [24]: 55)
ثُمَّ تَكُونُ خِـلَافَـةً عَلَى مِنْهَـاجِ النُّـبُـوَّةِ
Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian
Maka penuhilah seruan Hizbut Tahrir, niscaya Anda meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
28 Jumadul Akhir 1432 H
31 Mei 2011
Hizbut Tahrir Tajikistan